FENOMENA CITAYAM FASHION WEEK
FENOMENA CITAYAM FASHION WEEK

FENOMENA CITAYAM FASHION WEEK

Malam yang terasa dingin di Masjid Al Lathiif ahad dini hari kemarin menyisakan kenangan manis. Pasca kesyahduan di keheningan malam bersama ustadz muda, Ibrahim El Haq, kami dijamu dengan materi yang sungguh energik dari Bang Aad, sapaan khas Ustadz Adriano Rusfi. Beliau adalah alumni psikologi UI, pegiat dakwah parenting islam, sekaligus konselor anak dan keluarga.

Ini mungkin yang menjadi cambukan bagi saya untuk membagikan tulisan ini kepada para pembaca. Di samping pembahasan ini penting menyangkut masa depan anak kita, juga karena memang bahasan ini sedang hype, trending, dan viral.

Ini tentang Citayam Fashion Week. Mungkin Anda sudah bosan dengan bahasan ini. Namun sekiranya bisa menyisakan 1 menit saja membaca tulisan ini yang semoga Anda pun tergerak hatinya untuk lebih waspada. Karena pertanyaan besar dari fenomena Citayam Fashion Week adalah ADA APA DENGAN REMAJA KITA?

Inilah fenomena remaja yang berangkat dari kawasan SCBD ( Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok) menuju Dukuh Atas kemudian menggelar fashion week di Zebra Cross. Yang katanya ini adalah ekspresi anak muda, kreatif, tapi nyatanya destruktif. Ditiru di beberapa daerah namun berujung sama yaitu dibubarkan.

Citayam Fashion Week (dok. Jayati Kediri)

Kenapa remaja ini bisa seperti itu? Apa penyebabnya? Kenapa ekspresi usia muda dilampiaskan kepada sesuatu yang destruktif bukan konstruktif?

Ini semua bermula dari abad 18 setelah revolusi industri di Inggris. Pada tahun 1760 – 1830 Masehi mulai bermunculan paradigma dan program baru bahwa orang tua fokus hanya mencari uang hingga menghabiskan banyak waktu lebih dari 8 jam per hari. Yang akhirnya. Mereka gak sempat mengasuh dan mendidik anak. Akhirnya mereka menitipkan ke lembaga yang bernama sekolah. Berharap sekolah menjadi agen perubahan yang menjadikan anaknya baik. Padahal sekolah adalah lembaga pengajaran bukan lembaga pendidikan.

Lalu dimanakah lembaga pendidikan terbaik? Yaitu di rumah. Karena disanalah tempat pembentukan karakter kedewasaan itu didiik. Tidak heran jika hanya mengharapkan pendidikan anak ke sekolah maka akhirnya terbengkalai kemandirian, pendidikan kedewasaan, dan hal fundamental lainnya.

Apa memang hal fundamental itu? Proses aqil yang tidak terbentuk. Aqilnya telat, balighnya cepat. Anak sekarang balighnya ngebut tapi aqilnya belum ngerti. Tanda baligh untuk laki-laki adalah sudah mengalami mimpi basah dan memancarkan sel sperma yang siap untuk membuahi. Sedang tanda baligh untuk perempuan adalah sudah mengalami menstruasi dan memproduksi sel telur yang siap untuk dibuahi.

Apa jadinya jika seseorang sudah tumbuh hasrat biologisnya tetapi tidak bisa disalurkan sedang mereka masih belum aqil? Syahwat, hasrat, dan nafsunya sudah aktif. Ekspresi nafsu itu, kata Ustadz Adriano Rusfi, kalau tidak untuk bersenang-senang maka untuk berantem. Tawuran, narkoba, geng motor, pergaulan bebas adalah ekspresi nafsu.

Generasi abad 18 mengalami proses baligh yang cepat bahkan diprediksi usia baligh di tahun 2035 sudah di usia 7 tahun. Ya Rabb! Mungkin sebagian dari kita menemukan banyak anak SD kelas 1 atau 2 yang sudah baligh. Mereka sudah dewasa fisik (baligh) tetapi belum dewasa mental (aqil). Jalan dosanya sudah jalan tetapi jalan taqwanya masih mandeg.

revolusi industri (dok. kompas)

Tadi kita berbicara tentang remaja. Sebenarnya tidak ada istilah ada remaja dalam islam. Setelah anak-anak langsung dewasa. TITIK. Remaja hanyalah istilah pasca revolusi industri yang menggambarkan sosok transisi yang galau, gamang, dan kebingungan mencari jati diri. Tidak dipungkiri revolusi industri membuat orang banyak uang. Sehingga “balas dendam” pun terjadi. Orangtua kasih makan banyak sehingga anak over nutrisi. Maka ada ABG. Dibilang anak-anak tapi gede fisiknya. Tapi dibilang gede juga masih anak-anak.

Dalam islam itu yang ada hanyalah PEMUDA. Ketika diri sudah bukan anak-anak tetapi sudah dewasa dengan ditandai aqil dan balighnya bersamaan. Mereka sudah siap nafsunya tetapi siap juga akalnya. Sedang remaja itu sudah bernafsu tapi belum berakal.

Remaja itu bingung identitas. Saat baligh di umur 9 tahun (dewasa badan) padahal seharusnya umur 12 tahun aqil dan baligh bisa berbarengan. Akibat baligh kecepetan adalah nafsunya bergejolak dan yang mengendalikan nafsu itu (akal) belum bekerja.

 (7)وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا

(8)فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

(9)قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

(10)وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” QS. Asy Syams : 7-10

Nafsu itu memerintahkan kepada keburukan. Kenapa remaja identik dengan keburukan, seperti narkoba, geng motor, sex bebas. Karena pada dasarnya pendidikan kita itu melahirkan remaja bukan pemuda. Inilah yang menjadi sebab fenomena Citayam Fashion Week. Remaja itu sudah besar secara fisik tetapi ruhiyahnya belum terbangun. Mereka itu zombie, fisiknya berjalan tetapi jiwanya menghilang.

Jangan menganggap fenomena ini normal. Okay diapresiasi banyak orang. Okay diikuti banyak orang. Okay menjadi inspirasi banyak orang. Tetapi ingat bahwa ini merupakan fenomena perenungan bagi orang tua untuk lebih menjaga anaknya.

Tengoklah inspirasi sebenarnya. HOS Tjorkoaminoto di usia 18 tahun sudah mendirikan Syarikat Islam. Buya Hamka muda sudah merantau ke Makkah. Tan Malaka belajar ke Belanda di usia 16 tahun. Usamah bin Zaid memimpin perang sedang usianya 17 tahun. Ashabul Kahfi itu disebutkan sebagai pemuda dalam Al Quran. Ashabul Uhdud itu Ghulam (pemuda). Bagaimana kebanyakan kita di usia muda? Ya itu Citayam Fashion Week.

Ada 2 PR besar untuk anak-anak muda ketika melihat fenomena Citayam Fashion Week.

Pertama, Segeralah jadi Pemuda.

ilustrasi sumpah pemuda (dok. suara.com)

Segeralah dewasa. Segeralah produktif. Selalu berdoa dalam masa-masa transisi itu. Sebagaimana Nabi mengajarkan doa di waktu fajar. Yang mana Surat Al Falaq adalah surat ketika transisi dari malam ke pagi. Sejatinya masa transisi itu harus dipersempit. Masa transisi anak ke remaja itu harus dipersempit. Jangan sampai diperpanjang apalagi ada istilah remaja yang melenakan waktu.

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ

1. Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ

2. dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ

3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,

وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ

4. dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya),

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ ࣖ

5. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

Kalau tidak dipersempit maka fenomena mengerikan banyak terjadi. Di Sulawesi Barat ada anak laki-laki usia 7 tahun menghamili perempuan 9 tahun. Orangtuanya tidak bisa berbuat apa-apa. Disuruh menikah masih kecil. Disuruh mengasuh pun dia masih cilik. Polisi tidak bisa menahan karena masih di bawah umur. Ujung-ujungya adalah

“Biarlah kami orangtua yang mengurus anak itu. Tidak mungkin mereka mengasuhnya.” Bagaimana tidak mengerikan, kawan.

Bagaimana supaya segera menjadi pemuda?

  1. Tolong tekan balighnya, perbanyak shaum
  2. Hadapi masalah karena ini akan meningkatkan aqil (berpikir dewasa)
  3. Bangun tanggung jawab, kemandirian, dan berorganisasilah. Semacam Pramuka itu organisasi yang bagus, ujar Ustadz Adriano Rusfi, bisa meningkatkan aqil.

Kedua, Dekati Mereka

Uluran tangan (dok. grid.id)

Umar bin Khattab pernah berkata bahwa bantulah saudaramu untuk menghadapi syetan. Tolong dekati mereka, rangkul mereka, untuk menjauhi syetan. Orang yang sedang galau itu apapun tali yang terulur akan langsung dipegang. Tidak peduli ketika seseorang sedang berada di jurang dan melihat ekor ular yang menggantung sekalipun akan dipegangnya meskipun itu akan memperburuk dirinya.

Jika bukan uluran tali masjid maka tali narkoba, geng motor, atau pergaulan bebas yang lebih mendahului. Kita buktinya kalah dengan kebatilan yang menawarkan tali lebih dulu kepada mereka. Maka tali agama Allah harus senantiasa terulur untuk mereka, anak-anak muda Citayam Fashion Week, terkhusus untuk anak-anak kita.

Masjid adalah tempat para pendosa yang ingin menyucikan jiwanya. Masjid bukan tempat orang merasa suci yang tidak peduli dengan keadaan sekitar. Ini tugas kita bersama. Mengertilah fitrah mereka yang masih muda. Lalu ajaklah ke jalan Allah.

Kita harus peduli dengan fitrah mereka. Ingatkah ketika Nabi Muhammad SAW yang menawarkan kepada kekuasaan kepada Abu Jahal.
“Maukah aku tawarkan satu kalimat yang bisa menguasai lebih dari jazirah Arab?” tanya Nabi kepada Abu Jahal yang notabene dia adalah sosok terkenal di kalangan Quraisy dan haus akan kekuasaan.

Sudah lupakah kita ketika Perang Hunain hasil porsi rampasan perang lebih banyak diberikan kepaa orang-orang Makkah yang baru masuk Islam. Seketika itu orang Madinah yang sudah lama masuk islam protes kepada Nabi tetapi langsung sabdanya membuat mereka terhentak dan menangis.

“Tidak cukupkah Allah dan Rasulmu sebagai balasan?”

Ingatkah ketika seseorang yang mau masuk islam meminta kepada Nabi untuk tetap berzina. Seketika Nabi mengingatkan dengan lembut,

“Bagaimana jika saudara perempuanmu diperlakukan hal demikian?”

“Saya akan membunuhnya, Ya Rasul.”

“Bagaimana jika ibumu diperlakukan hal demikian?”

“Saya akan membunuhnya, Ya Rasul.”

“Bagaimana jika anak perempuanmu diperlakukan hal demikian?”

“Saya akan membunuhnya, Ya Rasul.”

Orang tersebut pun langsung mengucapkan kalimat Syahadat dengan haru. Sungguh Nabi kita mengajarkan fitrah dan mengajak kepada Islam dengan sangat lembut.

Sudahkah kita mengajak kepada kebaikan dengan fitrah? Jangan sampai tidak kenal fitrah setelah masuk masjid. Jadilah muslim progresif yang senantiasa mengejar pahala dan menekan dosa. Dosa iblis itu menolak perintah (“lupa ngegas”) sedangkan dosa Adam adalah melanggar larangan (“lupa ngerem”). Kita semestinya lebih takut akan dosa Iblis (menolak perintah) dibanding dosa Adam (melanggar larangan). Amar Ma’ruf kemudian Nahi Munkar. Menegakkan kebaikan lalu mencegah kemungkaran. Bukan terbalik.

Wallahu’alam bis shawab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *