INILAH 3 SYMPTOM RUSAKNYA JIWA
INILAH 3 SYMPTOM RUSAKNYA JIWA

INILAH 3 SYMPTOM RUSAKNYA JIWA

Setelah mempunyai niat yang baik, tekad yang kuat, serta azam yang kokoh untuk mempelajari tazkiyatun nafs. Maka hal selanjutnya adalah cross check apakah benar jiwa kita itu memang bermasalah? Kalau memang bermasalah berarti tepat sekali kita belajar tazkiyatun nafs. Namun apakah parameter, symptom, atau ciri-ciri jiwa kita itu sedang rusak?

MENGANGGAP RINGAN

ذٰلِكَ وَمَنۡ يُّعَظِّمۡ شَعَآٮِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنۡ تَقۡوَى الۡقُلُوۡبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” QS Al Hajj : 32

Menganggap ringan keburukan yang kita lakukan adalah awal mula kita sedang mengalami rusaknya jiwa. Mengerjakan dosa sudah dianggap biasa. Baik itu dosa besar atau dosa kecil. Ada nasihat ulama yang mungkin bisa kita renungi tentang dosa.

“Lihatlah! Bukan seberapa kecilnya dosa-dosa itu, namun betapa agungnya Dzat yang engkau durhakai.”

Sejatinya kejahatan besar yang dilakukan dimulai dari kejahatan kecil. Tidak mungkin orang yang korupsi milyaran melainkan ia mengawalinya dari yang kecil, seperti korupsi waktu. Tidak mungkin orang yang melakukan zina kecuali ia memulainya dengan pegangan tangan.

MALAS

وَاسۡتَعِيۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِ وَاِنَّهَا لَكَبِيۡرَةٌ اِلَّا عَلَى الۡخٰشِعِيۡنَۙ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” QS. Al Baqarah : 45

Ini sungguh gawat sekali. Saking gawatnya kata “sungguh” dipadankan dengan kata “sekali” meskipun dalam kaidah bahasa Indonesia itu tidak efektif. Sifat malas ini sangat menunjukkan jiwa kita sedang dalam posisi rapuh. Hilangnya nikmat beribadah dan manisnya iman itu kerugian teramat berat dalam hidup ini.

Awali dengan doa dan mulailah dari yang kecil untuk memaksakan berbuat kebaikan, seperti duduk sejenak menunggu azan, mengikuti kajian, dan hal ringan lainnya.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ وَالهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ

 “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, serta bencana kehidupan dan kematian.”   

TERUS-TERUSAN

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”

Jika kita dalam kondisi yang terus-terusan dengan kebiasaan buruk seperti membicarakan kejelekan orang lain, iri terhadap capaian orang lain, sombong, hasad, dan hal yang tidak bermanfaat lainnya. Maka inilah symptom rusaknya jiwa kita.

Sesuatu itu memang berasal dari hal yang mubah. Contoh kecilnya jika kita punya waktu luang sedikit saja, katakanlah 2 menit, biasanya kita refleks untuk memegang handphone kita. Benar, bukan? Bisa jadi dari hal yang mubah itulah muncul sifat iri, sombong, dengki, dan hal yang batil lainnya.

Nasihat Ibnu Qayim itu memang sangat relate dengan kehidupan kita saat ini. Sibukkanlah diri dalam kebaikan hingga kita tidak punya waktu lagi untuk mengerjakan pekerjaan yang mubah.

Wallahu’alam bis shawab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *