PENGALAMAN MENJADI RELAWAN POSYANDU
PENGALAMAN MENJADI RELAWAN POSYANDU

PENGALAMAN MENJADI RELAWAN POSYANDU

Mengapa keluarga Indonesia harus melek imunisasi? Apa akibatnya jika satu keluarga tidak melakukan imunisasi? Ya, satu keluarga saja. Berawal dari satu keluarga yang bisa berdampak besar terhadap keluarga di sekitarnya bahkan bisa berpengaruh terhadap keluarga di seluruh Indonesia.

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan mengawali bahasan menarik kita kali ini. Semoga dengan ulasan sederhana ini bisa membuka wawasan seluruh generasi keluarga Indonesia melek imunisasi. Let’s check this out!

Kita awali dengan istilah PD3I. Apakah ayah bunda mengenal akronim PD3I? Apa pentingnya sih tahu PD3I? Jika ayah bunda merupakan bagian dari dunia kesehatan maka PD3I tidak akan asing di telinga Anda. PD3I adalah akronim dari Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi. Penyakit apa saja? Yaitu penyakit seperti tuberkulosis, poliomyelitis, campak, hepatitis b, difteri pertussis, tetanus neonatorum, dan penyakit infeksi dan mudah menular lainnya.

Kabar buruknya, sebagian dari PD3I mudah sekali menular dan berisiko fatal bahkan bisa mengakibatkan kecacatan permanen atau kematian. Namun kabar baiknya adalah PD3I dapat dicegah secara efektif dengan vaksin!

Sebelum kita membahas imunisasi lebih lanjut, alangkah baiknya kita merenungi sebuah data yang tersaji oleh Kemenkes. Di Indonesia, jumlah kasus meninggal PD3I diantaranya adalah penyakit pneumonia sebanyak 496 kasus (CFR<1tahun = 0,11%), difteri sebanyak 16 kasus (CFR = 4,04%), tetanus neonatorum sebanyak 54 kasus (CFR = 64,3%) dan campak sebanyak 8 kasus.

CFR (Case Fatility Rate) : Persentase orang yang meninggal di antara orang yang mengalami suatu penyakit.

Hingga akhir tahun 2021, Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan RI dr. Maxi Rein Rondonuwu menyebutkan bahwa kasus PD3I mulai mengalami peningkatan di beberapa daerah dan bisa berpotensi menimbulkan KLB, yaitu difteri di Kalimantan Barat dan Konawe Sulawesi Tenggara.

Kemudian untuk campak dan rubella sudah terdapat di beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua. Dirjen Maxi pun menambahkan sebenarnya kasus positif campak sudah tersebar di 34 kabupaten/kota di 17 provinsi dan rubella ada di 44 kabupaten/kota di 17 provinsi.

Ayah bunda sekalian, itulah data kemenkes yang bisa jadi pegangan buat kita bahwasanya PD3I ini merupakan sesuatu yang berbahaya. Jangan sampai keluarga kita terkena PD3I. Bagaimana caranya? Dengan imunisasi.

Berbicara tentang imunisasi, harus diakui bahwa sejak pandemi covid-19 melanda Indonesia mengakibatkan angka imunisasi menurun drastis. WHO dan UNICEF pada bulan Juli 2020 menyatakan bahwa angka imunisasi yang menurun disebabkan pembatasan mobilitas dan pelayanan kesehatan yang terkendala selama pandemi covid-19.

”Jadi ternyata akibat pandemi ini angka imunisasi dasar lengkap bagi anak-anak itu turun karena ibunya takut untuk membawa anak-anaknya vaksinasi ke Faskes padahal imunisasi adalah salah satu investasi di masa depan bagi anak-anak yang harus diutamakan. Anak-anak tetap bisa melakukan vaksinasi dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik sehingga tidak perlu takut dengan kegiatan vaksinasi,”

Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Prof. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K)

Akibatnya apa? Cakupan imunisasi dasar lengkap tidak mencapai target. Laporan data imunisasi rutin bulan Oktober 2021 menunjukkan capaian yang masih jauh dari target yaitu 58,4% dari target 79,1%. Beberapa daerah di Indonesia memiliki cakupan imunisasi di atas 60%, antara lain Sulawesi Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, Bali, Gorontalo, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Timur, Jambi. Banten menjadi daerah yang mendekati target cakupan imunisasi dasar yakni sebesar 78,8%.

Ini menjadi PR kita bersama, bukan hanya pemerintah dan kementerian kesehatan. Minimnya komunikasi dan edukasi kepada masyarakat menjadi kendala terbesar dalam menyukseskan program imunisasi dasar lengkap. Sebagaimana mengacu target dari Millenium Development Goals (MDGs) yang ditetapkan ≥93%.

Masih banyak orang tua yang enggan untuk datang ke fasilitas kesehatan terdekat karena takut tertular virus. Masih banyak masyarakat yang tidak mau membawa anaknya untuk diimunisasi karena termakan isu hoaks. Dan sayangnya, masyarakat mulai khawatir dan merasa takut sehingga timbul “keparnoan berjamaah”.

Padahal risiko anak apabila kebutuhan imunisasinya tidak terpenuhi tepat waktu akan berdampak pada anak itu sendiri, keluarga, dan lingkungannya. Yusneri, SKM, MM, dari Kementerian Kesehatan RI pernah menjadi rujukan kontributor di kanal unicef.org sedikitnya ada tujuh konsekuensi dan risiko jika anak tidak mendapatkan imunisasi rutin.

Rentan mengalami sakit berat

Anak yang tidak diberikan imunisasi akan lebih rentan terkena penyakit dan mengalami sakit berat padahal penyakit tersebut bisa dicegah dengan imunisasi. PD3I seperti hepatitis, TBC, batuk rejan, dan difteri bisa mudah menyerang anak kecil. Gawatnya, ketika anak mengalami satu penyakit sering mengalami komplikasi penyakit lain.

Anggota keluarga lain ikut sakit berat

Perlu diketahui jika salah satu anggota keluarga sakit maka risiko penularan ke anggota keluarga lain akan lebih besar. Adau dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, anak yang sakit sedangkan ia tidak diimunisasi lebih berisiko menularkan. Kedua, anak yang tidak diimunisasi lebih berisiko tertular penyakit.

Ketika orang dewasa sedang sakit batuk rejan, misalnya, yang notabene ia merupakan sumber infeksi utama pertussis pada balita, maka ia sangat berisiko menularkan bahkan bisa menyebabkan kematian pada bayi.

Pun juga orang dewasa bisa tetap tertular meskipun mengalami gejala yang ringan tetapi bisa menimbulkan komplikasi yang fatal. Contohnya Ibu hamil yang tertular virus campak akan berisiko mengalami keguguran. Ibu hamil yang tertular virus rubella akan berisiko melahirkan anak dengan berbagai bentuk komplikasi bawaan yang sering disebut dengan sindrom rubella kongenital (SRK).

Penyebab wabah penyakit di lingkungan

Ketika satu keluarga tidak aware terhadap masalah imunisasi maka akan berdampak kepada lingkungan terdekatnya. Mungkin kasus-kasus polio yang melanda daerah perkampungan itu contoh nyata ketika keluarga tidak peduli atau tidak teredukasi tentang pentingnya imunisasi.

Yang intinya adalah imunisasi tidak hanya melindungi diri anak tetapi melindungi anggota keluarga lainnya dan masyarakat di lingkungan tempat ia tinggal.

Sakit dapat menimbulkan biaya tinggi pengobatan

Tentu untuk membiayai anak sakit perlu mendapatkan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Penyakit campak rata-rata memerlukan perawatan sampai 15 hari. Orang yang terkena hepatitis rata-rata tidak bisa bekerja selama satu bulan. Bayi yang terlahir dengan SRK maka akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dan bantuan terapis dengan biaya tinggi!

Menurunnya kualitas hidup

PD3I memiliki risiko yang sangat fatal, yaitu melahirkan disabilitas tetap. Anak yang menderita campak dan ia tidak menerima imunisasi maka akan menyebabkan kebutaan. Polio bisa mengakibatkan gejala yangberat yang dapat menimbulkan disabilitas permanen bahkan kematian.

Risiko penurunan harapan hidup

Pemberian imunisasi dasar yang lengkap bisa meningkatkan angka harapan hidup. Pun juga sebaliknya.. Data Kemenkes menunjukkan jika anak tidak mendapatkan imunisasi di 5 tahun pertama (bayi sampai balita) maka akan mungkin tertular berbagai penyakit sehingga angka harapan hidupnya menurun. Contohnya di Papua Parat tahun 2010-2017 angka harapan hidupnya meningkat saat pemberian imunisasi dasar lengkap kepada anak semakin masif.

Batasan perjalanan dan bersekolah

Tentunya ada beberapa negara atau sekolah yang mewajibkan untuk imunisasi lengkap sebagai persyaratan masuk suatu negara atau mendaftar sekolah. Jika anak tidak diberikan imunisasi lengkap maka ia tidak bisa mendaftar. Tujuannya apa? Sederhana, supaya anak lain terlindungi dan tidak tertular penyakit PD3I tersebut.

Pengalaman Penulis Menjadi Relawan Posyandu

Ketika menulis tentang artikel kesehatan, hati saya tergugah untuk segera berbagi kepada para pembaca seputar pengalaman saya ketika menjadi relawan posyandu. Sebenarnya bukan hanya relawan posyandu saja tetapi berbagai kegiatan kesehatan seperti posyandu, senam jantung sehat, bakti sosial, donor darah, cek gula darah, dan sebagainya.

Kenapa saya bisa jadi relawan kesehatan khususnya relawan posyandu? Karena istri saya kebetulan menjadi salah satu kordinator di suatu lembaga filantropi kesehatan di Bekasi. Karena anggota di lembaga tersebut hanya satu yaitu kordinator saja maka dibutuhkan relawan untuk membantu program kerjanya. Relawan pertama yang secara tidak langsung mendaftar adalah suaminya. Itulah saya. Hehe

Sungguh pengalaman yang sangat berharga ketika berkecimpung di dunia kesehatan. Apalagi bisa langsung terjun ke lapangan. Mulai dari melihat kondisi daerah binaan, apa yang mereka butuhkan, permasalahan apa yang mereka hadapi, sampai kepada solusi apa yang harus kita berikan.

Ada beberapa hal yang akan saya ceritakan terkait kegiatan menjadi relawan posyandu.

Teman-teman, ayah bunda sekalian, menjadi relawan posyandu itu mengasyikkan. Bukan hanya bertemu dengan ibu-ibu atau anak balita yang datang ke Posyandu terdekat. Lebih dari itu, menjadi relawan bisa membuka mata hati saya tentang pentingnya imunisasi.

Maksudnya apa? Saya bisa mengetahui kondisi lapangan yang ternyata jauh dari sempurna. Masih banyak orang tua yang “anti imunisasi” enggan datang ke Posyandu karena berbagai alasan.

“Takut anaknya sakit setelah diimunisasi”

“Tidak tahu imunisasi itu penting”

“Tidak peduli kesehatan anaknya, yang penting terlihat sehat”

“Takut meninggal gara-gara imunisasi” ini sih yang paling ekstrim

Alhasil, yang datang ke Posyandu itu sedikit. Yang hadir itu dia lagi dia lagi. Saya pun bertanya kepada ketua Posyandu,

“Bagaimana cara ibu untuk meyakinkan warga supaya datang ke Posyandu?

“Kami terpaksa harus door to door ke rumah warga untuk mengajak mereka.” jawabnya dengan lugas.

Realita di lapangan memang seperti itu. Komunikasi dan edukasi ke masyarakat yang perlu lebih masif digalakkan. Mulai dari pemerintah pusat, turun ke pemerintah daerah, terlaksana oleh Posyandu, dan dibantu oleh kader dan relawan Posyandu yang dengan senang hati tanpa pamrih.

Apa saja yang bisa dilakukan relawan dan lembaga filantropi?

Sebenarnya kan permasalahan utamanya masyarakat yang belum sepenuhnya sadar akan pentingnya imunisasi. Apalagi di situasi pandemi ini, makin banyak kekhawatiran keluarga yang takut membawa anaknya imunisasi.

Sebelum pandemi melanda, biasanya saya dan lembaga filantropi kesehatan membantu dalam pendistribusian PMT atau Pemberian Makanan Tambahan. Dana dari lembaga filantropi kebanyakan kami gunakan untuk PMT yang terbukti bisa sedikit menarik perhatian orang tua dan anak-anak.

Namun setelah virus corona mewabah, bukan hanya PMT yang harus diberikan. Tetapi asupan wawasan virus corona di Posyandu pun perlu disosialisasikan kepada seluruh keluarga Indonesia. Dengan menerapkan protokol kesehatan maka keluarga bisa datang ke Posyandu terdekat.

Adakah Solusi Terbaik untuk Imunisasi di tengah Pandemi?

Sebagaimana disampaikan di awal tulisan bahwa kondisi pandemi membuat capaian imunisasi rutin mengalami penurunan sejak tahun 2020. Saya sangat setuju Kemenkes sebagai pusat mendorong Pemerintah Daerah untuk kejar target capaian imunisasi hingga 78,8%  di seluruh daerah provinsi di Indonesia.

 ”Ini mestinya jadi pembelajaran bagi provinsi lain. Cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata dapat menyebabkan timbulnya akumulasi populasi rentan yang tidak kebal terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),”

Dirjen Maxi pada temu media Imunisasi Dasar Lengkap secara virtual, Selasa (30/11/2021) di gedung Kemenkes, Jakarta.

Menurut hemat saya, pihak pemerintah tentu tidak akan berhasil mencapai target imunisasi jika tidak didukung oleh berbagai pihak. Sedikit pengalaman dari saya pribadi ketika menjadi blogger yang meliput ke kegiatan Posyandu yang didukung pihak swasta. Disana saya sangat mendapatkan belajar bagaimana perluny mengajak pihak swasta juga dapat membantu mengembangkan daerah binaan di sektor kesehatan.

Pihak swasta tersebut tidak memberikan dana CSR secara langsung kepada Posyandu terkait. Bahkan kader posyandu sama sekali tidak digaji. Dana dari swasta diperuntukkan untuk penyaluran PMT sederhana. Apa yang membuat Posyandu yang didukung pihak swasta bisa lebih berkembang?

Yang membedakan adalah adanya kegiatan-kegiatan pendukung yang membangkitkan semangat kader Posyandu dan masyarakat sekitarnya, seperti kegiatan-kegiatan berikut :

Pekan Kreativitas Anak yang diisi dengan kegiatan anak mewarnai kaos polos dengan kreasinya masing-masing. Ada yang menggambar pohon, gunung, laut, dan gambar lainnya sesuai dengan tema yang diberikan oleh panitia.

Posyandu Teraktif adalah program pemberian penghargaan kepada Posyandu yang memiliki kegiatan yang aktif, kreatif, dan inovatif. Program inilah yang menginisiasi Posyandu binaan untuk membuat program unik seperti :

Tabulin : Tabungan Ibu Hamil yang dimana para ibu hamil yang membawa anak ke Posyandu untuk imunisasi juga bisa menabung untuk keperluan nanti persalinan.

Talita : Tabungan Balita. Disamping ibu hamil, para balita belajar menabung sehingga ketika memerlukan sesuatu nantinya bisa digunakan dengan seperlunya.

Tabulan : Tabungan Lansia. Tabungan yang diperuntukkan para orang tua yang datang ke Posyandu Lansia bukan hanya untuk mengecek kesehatannya tetapi bisa menyisihkan uang untuk bisa ditabung,

iPosyandu : Para kader Posyandu diberikan penyuluhan dari pihak swasta tentang pencatatan berbasis digital. iPosyandu ini sangat bermanfaat karena memudahkan administrasi seputar kegiatan Posyandu di daerah binaan.

Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (POSBINDU PTM) : Sarana memperluas wawasan kesehatan warga. Posyandu Lansia sebagai upaya pelayanan kesehatan kepada para lansia.

SJS dan PHBS : Senam Jantung Sehat sebagai sarana olahraga kesehatan jantung, Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai upaya memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat anggota keluarga, Jumantik sebagai upaya pencegahan dari penyakit DBD khususnya,

Forum Kader Posyandu untuk meningkatkan pengetahuan dan ajang saling berbagi informasi seputar Posyandu. Forum ini menghadirkan beberapa Posyandu untuk saling membantu satu sama lain. Misalnya ketika Posyandu kekurangan kader, maka kader di Posyandu lain bisa membantu.

Saya beruntung bisa mendapatkan pengalaman tersebut dan bisa tertuang dalam tulisan ini sehingga bisa menyebarkan informasi yang bermanfaat dan menginspirasi kepada semua pembaca, khususnya keluarga dan kader Posyandu di seluruh Indoensia. Tulisan ini sebagai upaya mengajak kepada keluarga Indonesia untuk aktif dalam imunisasi dasar lengkap.

Meski di tengah pandemi, tidak menyurutkan langkah ayah bunda semuanya untuk membawa anaknya ke Posyandu terdekat atau Rumah Sakit demi masa depan kesehatan anak yang lebih baik. Tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Semua orang berperan aktif dalam menyukseskan program imunisasi lengkap. Baik dari pemerintah pusat, swasta, masyarakat, sampai kader/relawan yang ikut serta membantu di lapangan.

Semoga tulisan ini bisa memberikan dampak positif untuk semua pembaca dan keluarga Indonesia bisa melek imunisasi.

Salam Sehat!

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *