Membangun sebuah peradaban itu dimulai dari keluarga. Provokasi kehancuran peradaban dimulai dari keluarga. Begitu pula kekuatan peradaban bermula dari keluarga. Teringat kisah Nabi Ya’qub yang mana beliau sadar betul bahwasanya menciptakan peradaban yang kuat itu dimulai dari keluarga. Beliau menanamkan nilai-nilai tauhid dalam keluarganya. Al Quran dengan jelas merekam percakapan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya dalam QS. Al Baqarah ayat 133
اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ١٣٣
Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 133).
Tidak ada yang menenangkan dalam kehidupan ini kecuali baginya sudah tertanam nilai-nilai tauhid. Ucapan seseorang yang lembut atau kasar merupakan buah dari didikan dari keluarga. Sehingga metode pengajaran secara umum di rumah sangat mempengaruhi tegaknya sebuah peradaban.
Ustadzah Naja
“Ibu sebagai PR dalam keluarga”
PR atau Public Relation memiliki tugas sebagai jembatan komunikasi dan relasi. Tentu sebagai PR harus berupaya untuk memberikan komunikasi yang baik, sabar dalam bersikap, dan lembut dalam bertutur. Hanya saja peran PR yang dijalankan oleh ibu tidak berjalan mulus. Kadangkala emosi memuncak, ucapan tak terkendali, dan sikap yang tidak terkontrol. Jadi bagaimana solusinya?
Menikah itu bukan hanya mencari kebahagiaan tetapi ada cita-cita di dalamnya. Masih ingatkah kisah cinta romantis seorang pemuda bernama Najmudin mencari pasangan yang memiliki mimpi bahwasanya dia menginginkan pasangan yang bisa bergandengan menuju surga dan menghasilkan keturunannya yang menjadi pembebas Baitul Maqdis. Akhirnya Allah pertemukan dengan perempuan yang sama-sama memiliki impian untuk bersama-sama menuju surga Allah dan di dalam rahimnya kelak lahir Pembebas Baitul Maqdis. Dari mimpi kedua orang shalih inilah lahir seorang pemuda yang bernama Shalahuddin al-Ayyubi, Sang Pembebas Baitul Maqdis
Impiannya adalah negeri akhirat.
Khidmahnya kepada masyarakat.
Azasnya adalah kebermanfaatan.
Rumah tangga memang banyak kejutan yang di luar dugaan. ENG ING ENG datanglah baby blues, trauma pasca persalinan, dan pengalaman lainnya yang ibu sendiri merasa heran dibuatnya.
Bounding atau attachment atau kelekatan merupakan salah satu cara membangun peradaban. Perlu diingat bahwa berkeluarga atau mendidik anak itu “remote controlnya” jangan dipegang orang lain.
“Anaknya kok belum bisa baca” seketika langsung diajarin baca.
“Anaknya kok belum lancar ngajinya.” Dicarikan guru ngaji detik itu juga.
Jangan pernah terkontrol oleh orang lain. Berkaca dari sikap Nabi Ya’qub ketika anak-anaknya datang dari hutan dengan hanya membawa pakaian utuh Yusuf yang direkayasa dengan tambahan bercak darah buatan. Sungguh hati siapa yang hancur kehilangan anaknya dengan kondisi seperti itu. Bagaimana sikap Nabi Ya’qub? Beliau mengajarkan komunikasi yang terbaik yaitu TIDAK MENYALAHKAN.
وَجَآءُوۡ عَلٰى قَمِيـۡصِهٖ بِدَمٍ كَذِبٍؕ قَالَ بَلۡ سَوَّلَتۡ لَـكُمۡ اَنۡفُسُكُمۡ اَمۡرًاؕ فَصَبۡرٌ جَمِيۡلٌؕ وَاللّٰهُ الۡمُسۡتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوۡنَ
“ Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” QS. Yusuf ayat 18.
Karakter peradaban yang tangguh dimulai dari PR, dimulai dari keluarga. Jadi apa yang sebaiknya dilakukan oleh ibu sebagai PR
Mengontrol emosi.
Iman mempengaruhi pola pikir.
Al Quran/Hadits mempengaruhi pola pikir
Ustadz Bendri Jaisyurahman
Ayah sebagai CEO dalam keluarga.
رَبَّنَاۤ اِنِّىۡۤ اَسۡكَنۡتُ مِنۡ ذُرِّيَّتِىۡ بِوَادٍ غَيۡرِ ذِىۡ زَرۡعٍ عِنۡدَ بَيۡتِكَ الۡمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيۡمُوۡا الصَّلٰوةَ فَاجۡعَلۡ اَ فۡـٮِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهۡوِىۡۤ اِلَيۡهِمۡ وَارۡزُقۡهُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُوۡنَ
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” QS Ibrahim ayat 37
Jika berbicara tentang titik nol peradaban keluarga maka erat kaitannya dengan Makkah. Karena disanalah tempat sejarah manusia terbaik dimulai. Ketika Nabi Ibrahim diberikan perintah oleh Allah untuk meninggalkan istri dan anaknya demi melaksanakan perintah Allah.
Belajar dari Nabi Ibrahim maka hakikat CEO itu memiliki visi misi yang kuat sehingga bisa membuat keputusan tanpa ragu. Contohnya kecilnya misalkan seorang ayah memilihkan tempat tinggal untuk keluarganya. Bukan rumah yang dekat jalan tol, bukan pula rumah yang dekat tempat hiburan, tetapi ayah memilihkan tempat tinggal yang dekat dengan masjid. Itu contoh kecilnya.
Sehingga Ayah sebagai CEO dalam keluarga sedikitnya memiliki empat kriteria
Pertama, Dia punya visi misi.
Ayah smart itu ayah yang haus akan ilmu. Kehausan itu menuntutnya untuk belajar.
رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ
“Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.” QS. Al Mu’minun ayat 129
Kedua, Memberikan rasa aman dan nyaman
Aman dan nyaman sebagai dasar kebutuhan. Keyatiman bukan hanya sebatas fisik tetapi bisa juga psikis. Ayah bisa saja terlihat secara fisik tetapi perannya tidak ada. Sesungguhnya lebih sedih yatim secara psikis.
Tidak ada dua insan memberikan respon secara spontan kepada pasangannya melainkan ia sudah merasa nyaman dengan pasangannya. Bagaimana kisah Aisyah ra yang marah sampai membanting piring. Ia bisa jadi merasa nyaman untuk melakukan itu dan tidak mungkin Nabi marah. Benar saja bahkan Nabi mengatakan kepada sahabatnya. “Ibunda kalian sedang cemburu”.
Allah sangat memperhatikan hambaNya. Rejekinya dipenuhi. Kesenangan diberi. Segala nikmat telah dicukupi. Suami yang baik adalah menjalankan peran sebagaimana Allah kepada hambaNya, salah satunya memberikan perhatian kepada istri. Inilah bentuk dari memberikan rasa aman dan nyaman kepada keluarga.
Ketiga, Peran sebagai penegak aturan.
CEO itu menjalankan aturan yang telah dibuatnya. Sebagaimana Luqman yang turun tangan ketika ada salah satu anaknya yang menyimpang. Aturan tidak akan tegak jika rasa aman tidak ada.
Jangan istri diperankan sebagai penegak aturan. Berdasarkan penelitian, suara perempuan itu memiliki vibrasi yang lebih rendah daripada laki-laki. Sehingga marah-marah seorang ibu itu tidak akan terlalu efektif dalam menegakkan aturan. Omongannya banyak yang dikeluarkan tapi tidak membuat efek jera bagi anak. Sebaliknya sang ayah dengan satu kali ucapan bisa membuat seluruh isi keluarga tersentak. Itulah fitrahnya kenapa ayah harus sebagai penegak aturan dalam keluarga.
Keempat Peran sebagai Evaluator
Ayah sebagai evaluator dalam keluarga. Bagaimana aturannya bisa dijalankan dengan baik. Bagaimana keluarganya terarah sesuai visi misi keluarga.
Catatan Pertanyaan :
Bagaimana mengatasi istri yang sedang tidak stabil emosinya?
- Memvalidasi perasaan. Kebutuhan perempuan itu ingin dipahami. Memahami bahasa tubuh itu penting. Karena kalau suaminya peka, melihat gerak tubuh istrinya juga sudah faham dia itu sedang senang, bahagia, sedih, atau kecewa.
- Butuh Sentuhan. Jika istri gelisah, murung, moody, atau sedih maka tandanya ia sedang butuh dipeluk. Iya, cukup dipeluk.

